Orang tua mana yang hatinya tidak hancur...
ketika melihat anaknya—yang cerdas dan masih belia—diperiksa pihak berwenang karena terbukti melakukan tindakan asusila bersama teman-teman sebayanya?
atau ketika melihat anak kebanggaannya—yang katanya sudah menjadi orang sukses itu—akhirnya diringkus dan dipakaikan rompi jingga karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi?
Lagi-lagi kita perlu menyadari,
bahwa suatu saat nanti anak kita akan turun dari pangkuan, lalu pergi mengarungi kehidupan. Saat itu bekal terbaik untuknya bukanlah harta, bukan pula teknologi tercanggih, melainkan iman yang mengakar dalam jiwa.
Mengapa? Karena di luar sana ia akan mendapati beragam rupa “pintu” keburukan, baik yang terlihat jelas maupun yang samar, yang sedikit tertutup maupun terbuka lebar, baik yang jauh maupun yang dekat, bahkan ada yang sedekat jemari tangan dengan layar ponsel di saku celananya.
Sementara itu, kewajiban kita selaku orang tua tetaplah sama: menjaga diri dan seluruh anggota keluarga kita dari api yang menyala-nyala. Itu adalah tugas sepanjang usia, tidak gugur hanya karena anak kita sudah bisa menjelajahi kehidupan seorang diri.